Minggu, 09 Februari 2014

Kamera Panasonic GM1 vs Fujifilm X-M1 dan X-A1

Panasonic GM1 dan Fujifilm X-M1 atau X-A1 sama-sama termasuk kamera sistem mirrorless yang mengincar penggemar fotografer yang ingin kamera dan lensa yang ringkas untuk dibawa kemana-mana.
Panasonic GM1 termasuk sistem micro four thirds, yang koleksi lensanya sudah cukup lengkap karena sudah dibuat sejak tahun 2008, sedangkan sistem Fujifilm X, baru dari tahun 2012. Sistem micro four thirds juga didukung oleh Olympus, yang membuat lensa untuk sistem ini dan bisa digunakan juga di Panasonic GM1. Sedangkan cuma Zeiss saja yang membuatkan lensa untuk sistem Fuji saat ini.

Saat diletakkan dengan kamera Fuji X-M1, Panasonic GM1 terlihat sangat kecil
Sebenarnya, tujuan Fujifilm pada awalnya adalah membuat kamera premium dengan fitur lengkap seperti Fuji X-PRO-1 dan XE-2. Andalan Fuji adalah sensor gambarnya, X-Trans yang kualitasnya bisa dibandingkan dengan kamera DSLR tingkat canggih. Satu dua tahun belakangan ini, Fuji juga ingin kameranya laris dikalangan fotografer dengan budget yang tidak terlalu tinggi, maka itu Fuji meluncurkan Fujifilm X-M1 dan X-A1. Perbedaan kedua model tersebut adalah yang X-M1 mengunakan sensor gambar X-Trans, yang X-A1 mengunakan sensor gambar APS-C Bayer seperti kamera DSLR pada umumnya.
Di lain pihak Panasonic GM1, seperti kamera micro four thirds lainnya, mengunakan sensor gambar yang berukuran sedikit lebih kecil dari APS-C, sehingga kualitas gambarnya sedikit dibawah sensor gambar X-Trans sensor. Tapi perbedaan kualitasnya tidak signifikan, dan perlu mata yang benar-benar awas untuk melihat perbedaannya. Hanya pemakaian ISO yang lebih dari ISO 800 baru terlihat perbedaan yang jelas antara keduanya. (ISO tinggi seperti 800 atau lebih digunakan dikondisi cahaya yang gelap).

Kapan mengunakan filter polarizer atau filter CPL

Filter polarizer / CPL (circular polarizer) adalah filter yang agak membingungkan fotografer pemula karena hanya akan menimbulkan efek tertentu jika arah cahaya sesuai dengan posisi kamera, dan juga posisi putaran filter. Jadi seringkali saat memotret dengan filter polarizer, tidak ada bedanya dengan memotret tanpa filter. Kunci suksesnya adalah kita harus mengetahui kapan mengunakan dan tidak mengunakan filter ini.
Filter CPL bertujuan untuk mengurangi pantulan dan meningkatkan saturasi warna. Filter ini paling  efektif jika cahaya menyinari subjek foto dari sisi kiri atau kanan. Dengan kata lain arah cahaya tegak lurus 90 derajat dari posisi kamera. Filter CPL merupakan salah satu filter penting/wajib untuk fotografi pemandangan. Filter ini dapat membuat langit menjadi lebih biru tanpa editing, dan menghilangkan pantulan pada air dan kaca sehingga kita dapat melihat dasar danau/laut atau pemandangan dibalik kaca dengan jernih.
Dalam kasus dua foto dibawah ini, filter CPL saya gunakan untuk mengurangi pantulan cahaya dari dedaunan yang basah karena hujan seharian. Perhatikan dengan seksama perbedaan antara kedua foto ini.
Tanpa filter polarizer, sebagian besar daun memantulkan cahaya, dan warna hijau daun tidak cerah. ISO 100, f/16, 3 detik, 17mm. Gambar dibuat dengan tripod


Setelah filter polarizer dipasang, dan diputar sampai sesuai, pantulan cahaya pada daun berkurang banyak dan saturasi warna juga lebih tinggi. ISO 100, f/16, 8 detik, 17mm. kalau di kamera APS-C, sekitar 11 mm. Gambar dibuat dengan tripod

Bagi yang teliti bukan hanya melihat perbedaan di kedua gambar diatas, juga akan memperhatikan bahwa shutter speed yang digunakan berbeda. Shutter speed gambar tanpa polarizer adalah 3 detik, sedangkan shutter speed dengan filter polarizer 8 detik.
Artinya, saat memasang filter polarizer, kamera perlu cahaya yang lebih banyak, maka dari itu shutter speednya menjadi lebih lambat, sekitar 1-1.3 stop (dari 3 detik ke 6 detik = 1 stop). Filter polarizer memang seperti kacamata hitam. Saat dipasang, filter membatasi sebagian cahaya yang masuk ke lensa dan kamera. Karena itulah filter polarizer, saya tidak menganjurkan untuk selalu dipasang di depan lensa.

Mencegah kondensasi/pengembunan pada lensa

Saat lensa dipindahkan dari ruang yang panas ke dingin atau sebaliknya, ada kemungkinan lensa akan mengalami kondensasi atau berembun. Contoh umum yaitu saat kita keluar dari mobil yang ber-AC dingin ke luar mobil yang panas. Atau sebaliknya, saat kita membawa keluar kamera dan lensa kita dari tempat yang hangat seperti rumah ke luar ruangan yang lebih dingin dan lembab.
 
Lensa berembun berpotensi merusak lensa dan menimbulkan jamur
Pertemuan antara kamera dan lensa yang hangat ke tempat yang dingin akan membuat uap air menempel dan berkondensasi menjadi embun di permukaan dan di dalam lensa kamera. Jika dibiarkan berlarut atau berulang-ulang, pengembunan ini bisa menimbulkan jamur, karat bahkan korslet.
Cara menghindarinya yaitu memasukkan kamera dan lensa ke dalam plastik kedap udara / ziplock, dan kemudian biarkan kamera dan lensa menyesuaikan dengan suhu baru secara perlahan. Perlu sekitar 10-20 menit untuk menyesuaikan tergantung dari panjang lensa. Lensa yang sederhana dan pendek seperti lensa fix 50mm atau zoom 18-55mm membutuhkan waktu lebih sedikit untuk menyesuaikan dengan suhu baru.
Jika keburu sudah kondensasi / berembun, jangan lepaskan lensa dari kamera dan masukkan kamera dan lensa dalam plastik dan usahakan mengeluarkan udara dari plastik. Memasukkan penyerap air seperti silica atau beras juga dapat membantu.
Jangan khawatir dan tunggulah sampai kameranya menyesuaikan dengan udara lingkungan. Dalam beberapa kasus, perlu menunggu 1-2 hari untuk memulihkan kamera dan lensa seperti sediakala.